
Kisah Tubuh;
Tubuh yang Merayakan Kapitalisme
Dahulu, tubuh hanya berada di ruang-ruang personal manusianya, di ruang dimana kemungkinan tubuh untuk mengalami ‘tuntutan’ sosial sangatlah kecil. kini, tubuh telah melangkah –bahkan mungkin berlari– menuju ruang-ruang publik, ruang dimana dengan leluasa tubuh dapat ‘memamerkan’ diri dan eksistensinya. kini lazim dijumpai pajangan tubuh-tubuh di nyaris seluruh pusat kota bahkan di sudut-sudut kota sekalipun. televisi, berbagai video, tabloid, majalah tak gencar menyerbu kita dengan citraan tubuh yang memenuhi ‘standar’ tubuh yang indah, yang karenanya menjadi layak untuk dikonsumsi khalayak.
Kini, tubuh hendak ditaklukkan oleh kapitalisme. tubuh dikonstruksikan dan diadaptasikan terus menerus sesuai dengan siklus hidup melalui berbagai bentuk latihan fisik, diet, pola kemiliteran, latihan kebugaran, penggunaan kosmetika dan sejenisnya. pengalaman tubuh pun meluas ke luar dirinya (eksterioritas). bentuk tampilan tubuh direkayasa agar eksterioritasnya kian memukau. pengalaman mengenai tubuh tidak lagi ditentukan oleh bagaimana kita belajar memahami tubuh dari dalam dirinya (interioritas).





Kini, tubuh dialami sebagai arena untuk kesenangan, untuk dinikmati, untuk bermain, sekaligus ditonton dan “dibeli” sebagai komoditas. etika bergerak menjadi estetika. tubuh-tubuh robot berjejalan di kota, merancang siklus kehancurannya. tubuh -tubuh yang menjadi hamba kapitalisme.
Kita berprasangka bahwa hanya dengan tubuh yang berjalan lurus ke arah kapitalisme, kita dapat pulang ke rumah. tapi sesungguhnya tubuh pun mampu pulang ke rumah dengan jalan mundur.
Demikianlah. semoga anda tidak berpusar dalam genangan tubuh anda sendiri.
Makassar, 6 Desember 2006
Salam,
Shinta Febriany