Bingkai-bingkai Kepalsuan Dalam Diri

Karya teater Stanza Diri Yang Pecah adalah pantulan dari pengalaman-pengalaman personal para aktor, para responden dan saya atas kepalsuan yang melingkupi diri. Kepalsuan adalah tema yang diusung oleh karya teater berdurasi sekitar 54 menit ini.
Pengalaman-pengalaman personal para aktor perihal kepalsuan yang terkandung dalam diri mereka dibocorkan kepada anda sekalian, para penonton, sebagai upaya untuk meraih kembali kejujuran yang nyaris hilang dari diri mereka dan, mungkin juga, dari diri anda.
Kepalsuan menjadi ihwal yang tak terelakkan di dunia modern ini. Dalam kesehariannya, manusia melakukan sekian banyak kepalsuan. Manusia mengenakan banyak topeng untuk menutupi dirinya yang sesungguhnya. Topeng-topeng tersebut memberi rasa nyaman yang semu.
Seorang aktor menceritakan pengalamannya beragama. Ia menyembah Tuhan setiap hari meski sebenarnya hati dan tubuhnya tak rela melakukan itu. Tapi lantaran ia ingin menyenangkan Tuhan, orangtua dan kekasihnya, ia tetap melakukan kepura-puraan tersebut. Ia berpura-pura agar dapat menyenangkan Tuhan, orangtua, dan kekasihnya.
Aktor yang lainnya berkisah tentang bibirnya yang suka berdusta ketika menjawab panggilan kekasihnya melalui telepon seluler. Ia juga suka menulis status palsu di facebook-nya. Seluruh dirinya [tubuh dan jiwa], tanpa ia sadari, terpecah, menjelma bagian-bagian yang rapuh.
Setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk memakai topeng yang merupakan mekanisme perlindungan sekaligus adaptasi terhadap kondisi eksternal lingkungannya. Kondisi ini membentuk kecenderungan manusia untuk menyusun citra diri positif di mata manusia lain. Citra diri yang tak berasal dari dirinya.
Dunia di luar diri manusia telah meletakkannya pada bingkai kepalsuan. Manusia hidup dari satu bingkai kepalsuan ke bingkai kepalsuan lainnya. Ia sukar hidup dalam kenyataan dirinya. Kecuali ia bersikeras untuk itu.




Kepalsuan juga terjadi pada relasi antarmanusia. Relasi perkawanan, persahabatan, percintaan, bahkan dalam relasi rumah tangga [suami dan istri] yang dipercayai sebagai relasi yang sakral, karenanya tak memungkinkan ada dusta di sana.
Saya membaca sebuah cerita pendek Jhumpa Lahiri, penulis keren asal India, A Temporary Matter dengan judul terjemahan Persoalan Sementara. Cerita pendek yang menyentuh tersebut, diimbuhi pengalaman personal beberapa responden, meneguhkan saya bahwa kepalsuan pun tak urung terjadi dalam relasi suami dan istri.
Kepalsuan tersebut datang dalam bentuk pengkhianatan; rahasia yang disimpan rapi serta tubuh [seks] dan cinta yang terbagi. Dalam relasi perkawanan, persahabatan, dan percintaan pengkhianatan pun terjadi. Orang yang kita cintai bisa dengan diam-diam berpeluk dan menyatu kembali dalam pelukannya.
Selain berangkat dari pengalaman langsung para aktor karya ini juga mendalami pengalaman tak langsung yang didapatkan melalui kuesioner dan wawancara. Kami menyebar 61 kuesioner dan melakukan wawancara dengan sejumlah orang.
Dari 61 kuesioner yang dijawab oleh para responden, 57 orang berpikir untuk suatu ketika nanti mengakhiri kepalsuan yang dilakukannya. Saat yang sama, mereka berpikir pula bahwa manusia pada dasarnya membutuhkan kepalsuan dalam dirinya.
Hasil kuesioner tersebut sejalan dengan pikiran Carl Gustav Jung, seorang pakar psikolog analisis, bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk memakai topeng yang merupakan mekanisme perlindungan sekaligus adaptasi terhadap kondisi eksternal lingkungannya. Kondisi ini membentuk kecenderungan manusia untuk menyusun citra diri positif di mata manusia lain. Citra diri yang tak berasal dari dirinya.
Dunia di luar diri manusia telah meletakkannya pada bingkai-bingkai kepalsuan. Manusia hidup dari satu bingkai kepalsuan ke bingkai kepalsuan lainnya. Ia sukar hidup dalam kenyataan dirinya. Kecuali ia bersikeras untuk itu.
Begitulah, penonton sekalian. Terima kasih telah mengapresiasi karya teater Stanza Diri Yang Pecah. Saya berharap karya ini mampu menyentuh anda.
Jaga diri anda baik-baik.Salam hangat,
Shinta Febriany
Sutradara